PANGANDARAN, serga.id – Masyarakat pesisir Pangandaran, Jawa Barat, kembali menggelar tradisi tahunan Hajat Laut sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil laut yang melimpah dan keselamatan para nelayan. Acara ini dilaksanakan bertepatan dengan 1 Muharram 1448 Hijriyah atau Minggu, 27 Juni 2025, di kawasan pantai Barat Pangandaran, dan dihadiri berbagai elemen masyarakat, tokoh adat, serta organisasi sosial dan budaya.
Hajat Laut merupakan warisan budaya masyarakat pesisir yang telah berlangsung turun-temurun. Dalam prosesi ini, berbagai sesaji dilabuhkan (dilarung) ke laut sebagai simbol persembahan kepada alam dan Sang Pencipta. Tradisi ini juga menjadi momentum silaturahmi dan penguatan nilai-nilai gotong royong masyarakat Pangandaran.
Ketua panitia pelaksana yang juga tokoh sepuh masyarakat adat Pangandaran, Edi Kusniadi, menegaskan bahwa budaya larung sesaji dalam hajat laut akan terus dilestarikan sebagai bagian dari identitas masyarakat Pangandaran. Ia menyebut, di tengah arus modernisasi, pelestarian tradisi lokal merupakan tanggung jawab bersama.
“Budaya hajat laut bukan sekadar seremoni, tapi bentuk doa dan rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki laut serta harapan keselamatan. Ini adalah peninggalan leluhur kita yang penuh makna, dan tugas kita menjaga agar tidak punah,” ujar Edi.
Hajat laut tahun ini mendapat dukungan penuh dari sejumlah pihak, antara lain Solidarity Community 234 (SC 234) DPC Pangandaran, Dewan Kebudayaan Pangandaran, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat umum. Dukungan ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak hanya menjadi urusan tokoh adat, tetapi juga melibatkan seluruh unsur masyarakat.
Karena, tradisi Upacara hajat laut merupakan acara ritual simbolis yang di lakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi untuk mengenang nenek moyang pada jaman dulu dan melestarikan tradisi kearifan lokal dengan bentuk tasyakuran dan syukuran.
Salah satu pemangku adat Pangandaran yang juga perwakilan Dewan Kebudayaan Pangandaran, Yana Macan, menjelaskan bahwa hajat laut merupakan bentuk relasi antara manusia dengan alam, laut, dan spiritualitas. Ia juga menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai budaya ini kepada generasi muda.
“Ini bagian dari pendidikan budaya. Anak-anak muda harus tahu akar budayanya. Tradisi ini bukan hanya pertunjukan, tapi penuh filosofi dan kearifan lokal,” kata Yana.
Ketua Solidarity Community 234 DPC Pangandaran, Tushendar, menyatakan bahwa organisasinya secara rutin mendukung kegiatan hajat laut setiap tahunnya. Baginya, acara ini selaras dengan misi SC 234 dalam pelestarian budaya dan pembangunan karakter masyarakat lokal.
“Kami melihat hajat laut sebagai manifestasi budaya lokal yang sarat nilai dan potensi wisata. Karena itu, SC 234 akan terus hadir mendukung, sebagai bentuk komitmen terhadap budaya dan identitas masyarakat Pangandaran,” ujar Tushendar.
Ia juga menambahkan, selain aspek spiritual dan budaya, hajat laut memiliki daya tarik pariwisata yang kuat. Kehadiran wisatawan domestik hingga mancanegara setiap kali tradisi ini digelar menjadi bukti bahwa budaya lokal memiliki daya jual tinggi jika dikemas dengan baik.
“Kami berharap Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran menjadikan hajat laut ini sebagai festival budaya tahunan yang masuk dalam kalender pariwisata daerah. Ini bisa menjadi ikon wisata budaya yang mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” imbuhnya.
Masyarakat pun menyambut antusias pelaksanaan tradisi ini. Selain prosesi larung, acara juga diisi dengan berbagai hiburan rakyat, pementasan seni tradisiona khas Pangandaran. (Hrs)