Pangandaran, serga.id – Rencana PT Pasifik Bumi Samudra untuk membangun jaring apung budidaya ikan di wilayah perairan pantai timur Pangandaran menuai penolakan keras dari masyarakat nelayan dan pelaku wisata. Mereka khawatir keberadaan jaring apung tersebut akan berdampak langsung pada penghidupan dan ekosistem laut yang menjadi tumpuan ekonomi lokal.
Penolakan tersebut mencuat dalam diskusi terbuka yang digelar Kamis (3/7/2025) di kawasan Pantai Timur Pangandaran. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan PT Pasifik Bumi Samudra, Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pangandaran, perwakilan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pangandaran, Dan Pos TNI AL Pangandaran, Kasat Polair Polres Pangandaran, serta Forum Masyarakat Peduli Wisata dan nelayan setempat.
Dalam forum diskusi tersebut, Ketua Forum Masyarakat Peduli Wisata, Adi Pranyoto menyampaikan kekhawatiran mereka bahwa pembangunan jaring apung akan mengganggu jalur tradisional penangkapan ikan yang selama ini digunakan secara turun-temurun.
“Wilayah yang akan digunakan itu adalah jalur utama kami mencari ikan. Kalau itu dibangun jaring apung, kami akan kehilangan ruang gerak. Ini bisa mematikan mata pencaharian kami,” ujar Adi.
Senada dengan Adi, para pelaku wisata juga merasa keberatan. Menurut mereka, aktivitas budidaya ikan di laut lepas dapat merusak estetika kawasan wisata serta membatasi area rekreasi air seperti banana boat, snorkeling, dan perahu wisata.
“Pantai Timur ini adalah salah satu ikon wisata Pangandaran. Kalau tiba-tiba ada jaring apung yang mengapung di tengah laut, wisatawan bisa terganggu. Ini akan berdampak pada pendapatan para pelaku wisata,” ujar Ade, pengelola wisata bahari di Pantai Timur.
Koordinator Keramba Pangandaran PT Pasifik Bumi Samudra, Anggi Nugraha menyampaikan bahwa tujuan pembangunan jaring apung tersebut adalah untuk mendukung ketahanan pangan melalui peningkatan produksi budidaya perikanan laut. Mereka juga mengklaim bahwa proyek ini sudah melalui proses perencanaan awal dan akan tetap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial.
“Kami hadir bukan untuk mengambil ruang hidup masyarakat, tetapi untuk memperkuat sektor perikanan. Kami terbuka terhadap masukan dan siap berdialog agar pembangunan ini tidak merugikan siapa pun,” ungkap perwakilan perusahaan dalam diskusi.
Namun, pernyataan tersebut belum mampu meredakan kecemasan masyarakat. Mereka menilai lokasi yang direncanakan terlalu dekat dengan zona tangkap nelayan dan zona wisata.
Kepala Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pangandaran, Soleh yang hadir dalam diskusi mengatakan pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi teknis apa pun terkait rencana tersebut. Ia menegaskan bahwa suara masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam proses perizinan dan pengambilan keputusan.
“Kami akan meminta kajian ulang yang lebih mendalam, terutama terkait aspek sosial dan ekologi. Pemerintah daerah tidak ingin program pembangunan justru menimbulkan konflik atau merugikan masyarakat lokal,” ujarnya.
Perwakilan HNSI Kabupaten Pangandaran, Usup juga menyampaikan sikap tegas. Mereka menyatakan bahwa pada prinsipnya nelayan tidak menolak investasi, namun investasi tersebut harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat pesisir yang telah lama menggantungkan hidup pada laut dan kearifan lokal.
“Kami tidak anti-investasi, tapi tolong tempatkan jaring apung itu di zona yang tidak berbenturan dengan aktivitas nelayan dan wisata. Pemerintah harus hadir melindungi masyarakat kecil,” kata Usup.
Diskusi berakhir tanpa keputusan final, namun semua pihak sepakat untuk melanjutkan peninjauan lokasi pada hari Jumat (04/07/2025) besok. Pemerintah daerah diminta turun tangan memfasilitasi komunikasi antara masyarakat dan pihak perusahaan guna mencari solusi terbaik.
Masyarakat berharap pembangunan jaring apung tidak dipaksakan sebelum ada kesepakatan bersama yang adil dan transparan.