KPK Soroti Pemberian Hadiah kepada Guru: Berpotensi Jadi Praktik Gratifikasi

Jakarta, serga.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti kebiasaan pemberian hadiah oleh orang tua siswa kepada guru, terutama saat momen kenaikan kelas atau perayaan hari besar. Praktik ini dinilai berpotensi menjadi bentuk gratifikasi yang bisa berdampak pada integritas sektor pendidikan.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan melalui penindakan hukum, tetapi juga dengan pendekatan pendidikan dan pencegahan. Saat ini, KPK menggandeng enam kementerian untuk memperkuat nilai-nilai antikorupsi dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat anak usia dini hingga perguruan tinggi.

“Pendidikan menjadi kunci utama dalam membangun budaya antikorupsi sejak dini. Pemerintah harus semakin fokus pada perbaikan pendidikan di berbagai level, dengan tujuan utama meningkatkan kualitas dan integritas di sektor ini,” kata Setyo dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (16/2/2025).

Dalam catatan KPK, sebanyak 65 persen sekolah di Indonesia masih memiliki kebiasaan menerima hadiah dari orang tua siswa untuk guru pada momen tertentu. Praktik ini, meskipun sering dianggap sebagai bentuk apresiasi, berisiko dikategorikan sebagai gratifikasi yang dapat berujung pada konflik kepentingan.

“Sebanyak 65 persen sekolah masih memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada guru saat kenaikan kelas atau hari raya. Hal ini berpotensi menjadi praktik gratifikasi,” bunyi temuan KPK berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2023.

Selain gratifikasi, survei tersebut juga mengungkap berbagai permasalahan integritas di sektor pendidikan. Sebanyak 43 persen siswa dan 58 persen mahasiswa mengaku pernah menyontek, sementara praktik plagiarisme oleh tenaga pendidik juga masih terjadi.

Korupsi di dunia pendidikan tidak hanya sebatas gratifikasi. KPK mencatat bahwa pada 2022, ada tiga kasus besar dugaan korupsi di sektor pendidikan yang berhasil ditindak. Modus yang umum ditemukan meliputi penyelewengan anggaran, suap dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru, serta pengadaan barang dan jasa yang tidak transparan.

Di sektor pengadaan barang dan jasa, SPI Pendidikan 2023 menunjukkan bahwa 26 persen sekolah dan 68 persen universitas masih mengalami campur tangan pribadi dalam pemilihan vendor. Hal ini mengindikasikan adanya praktik nepotisme dan kolusi yang dapat merugikan kualitas pendidikan.

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menegaskan bahwa meskipun nilai rata-rata integritas sektor pendidikan di Indonesia cukup tinggi, implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK) masih menghadapi berbagai tantangan.

“KPK terus berkomitmen untuk berkolaborasi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dan budaya antikorupsi melalui sembilan nilai utama, yakni jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras. Hingga saat ini, 83 persen daerah telah memiliki regulasi terkait pendidikan antikorupsi,” ujar Wawan.

KPK berharap peningkatan kesadaran masyarakat terhadap praktik korupsi di sektor pendidikan dapat mendorong perbaikan kebijakan dan regulasi yang lebih ketat. Selain itu, peran serta orang tua, guru, dan seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang bersih dari korupsi. (Vgt)

Exit mobile version